Kisah Rasyid ibn Sulaiman


Setelah kisah yang saya posting kemarin "Kisah seorang perempuan cantik yang sabar" dan kini kisah renungan islami kembali menghadirkan kisah Rasyid ibn Sulaiman, berikut kisahnya.

Dahhak Maz'ahim berkata: "Pada Jumat malam, aku pergi untuk menemui pengurus masjid Kufah. Malam itu diterangi cahaya Bulan. Di halaman masjid, aku melihat seseorang sedang bersujud dan menangis tersedu-sedu. Aku berpikir dia tentu seorang wali. Aku mendekatinya untuk dapat mendengarkan ucapannya. Dia mengatakan:

Wahai Pemilik segala kehormatan, hanya kepada-Mu saja aku beriman. Kekayaan adalah milik orang yang mencari keridaan-Mu, milik orang yang menghabiskan malamnya dalam keterpesonaan dan ketakutan terhadap-Mu, dan melepaskan perihnya hanya di hadapan Pemilik Segala Keagungan. Dia tidak memiliki tujuan dan kepedulian; baginya, hidup hanya diabadikan dalam cinta Allah yang tiada akhir. Saat tirai malam menyelimutinya, dia sibuk memohon kepada Allah. Lalu, Dia mengabulkan permohonannya dengan mengatakan: "Di sinilah aku bersamamu."

Orang itu mengulangi kalimat tersebut dengan berlinang air mata. Karena rasa simpati, akhirnya aku juga ikut menangis. Kemudian dia berbicara, seakan melihat cahaya langit dan mendengar seseorang yang membacakan syair:

Hamba-Ku, di sinilah Aku.
Engkau ada dalam lindungan-Ku
Malaikat-malaikat-Ku menyukaimu
Dan seluruh dosa-dosa-Mu telah Aku ampuni

Kemudian aku menyapanya: "Assalamu'alikum." Dia membalas: "Wa'alaikum salam." Aku berkata: "Semoga Tuhan memberkatimu dan mengasihimu, tapi beri tahu aku, siapa Anda!" Dia berkata: "Aku Rasyid ibn Sulaiman." Aku sudah pernah mendengar namanya dan mengenal sifat-sifatnya. Sejak lama, ingin sekali aku bertemu dengannya. Pada hari itu, Tuhan memberiku kesempatan untuk bertemu dangannya. Ketika aku meminta tinggal bersamanya, dia mengatakan: "Sulit, saat seseorang sedang berada dalam kenikmatan dekat dengan Tuhannya, dia tidak pernah berhubungan dengan orang lain. Demi Tuhan, jika para wali Allah melewati kita, mereka tentu akan mengatakan: ‘orang-orang ini tidak percaya kepada hari akhir.’" Setelah menyatakan ini Rasyid menghilang. Tuhan Mahatahu apakah dia terbang ke langit atau menghilang ke dalam bumi. Perpisahan dengannya memperparah dukaku, maka aku berdoa kepada Tuhan agar Dia memberi kesempatan untuk bertemu lagi dengannya sebelum aku meninggal.

Suatu hari, saat berhaji, aku melihatnya di balik dinding Ka’bah yang sedang dikelilingi sekelompok orang yang membacakan surah al-An'am. Melihat aku, dia tersenyum dan berkata: "Inilah buah kebaikan ulama dan berkah para wali Allah." Dia lalu berdiri, menjabat tanganku, dan memelukku sambil mengatakan: "Apakah Anda memohon kepada Allah agar bertemu aku lagi?" Aku benarkan perkataannya. Kemudian aku memintanya memberitahukan apa yang telah dilihatnya dan didengarnya pada malam itu. Dia menjerit begitu kerasnya seolah hatinya hancur. Dia terjatuh tak sadarkan diri. Sedang orang-orang yang tadi mengelilinginya dan membacakannya Al-Quran telah pergi. Ketika sadar kembali, dia berkata: "Saudaraku, engkau tidak tahu perihnya duka lara dan rasa takut di dalam hati para wali Allah ketika dia membuka rahasia kekasih-Nya." Aku bertanya: "Siapakah tadi orang-orang yang membaca Al-Quran di sekelilingmu?" Dia berkata: "Mereka adalah jin. Aku menghormati mereka karena hubungan lamaku dengan mereka. Mereka melaksanakan haji dalam rombonganku setiap tahun dan membacakan aku Al-Quran." Kemudian dia mengucapkan selamat berpisah kepadaku dengan doanya:

Semoga Tuhan mengatur pertemuan kita di surga, di mana tiada perpisahan, kerja-keras, kesedihan, dan derita.

Setelah mengucapkan doanya, dia menghilang. Dan sejak itu, aku tidak pernah melihatnya lagi.

Baca juga kisah Putra Harun Ar-Rasyid, kisah seorang anak raja yang rela meninggalkan kemewahan istananya.

0 comments:

Post a Comment