Durhaka Kepada Orang Tua
Kisah Renungan Islami - Berikut ini kisah seorang laki-laki dimasa Rasulullah yang Durhaka Kepada Orang Tuanya dalam kisah ini kepada Durhaka kepada Ibunya. Laki-laki ini tidak bisa mengucapkan 2 kalimat syahadat saat akan meninggal namun.. Baca kisah selengkapnya. Kisah ini dikutip dari Buku "Mati itu spektakuler" Penerbit "Zaman".
Abdullah ibn Abi Aufa mengatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi dan memberi tahu beliau bahwa seorang pemuda yang berada di ambang kematiannya sedang dituntun mengucapkan kalimat tayyibah (tidak ada Tuhan melainkan Allah), tapi selalu gagal. Nabi menanyakan apakah anak muda itu sudah terbiasa mengucapkan kalimat tayyibah selama hidupnya. Orang-orang menjawab bahwa dia terbiasa mengucapkan kalimah tersebut. Nabi merasa aneh jika seseorang yang telah mengucapkan kalimat itu sepanjang hidupnya, gagal mengucapkannya pada detik-detik akhir kehidupannya. Kemudian Nabi mendatangi pemuda itu dan mengajarkannya mengucapkan kalimat tayyibah, tetapi dia memperlihatkan ketidakmampuannya. Nabi bertanya mengapa dia seperti begitu. Anak muda itu memberitahukan bahwa hal itu karena dia tidak patuh kepada ibunya. Nabi bertanya apakah ibunya masih hidup. Dia membenarkan. Nabi kemudian meminta orang-orang memanggil ibunya. Ketika perempuan itu datang, beliau bertanya kepadanya, apakah pemuda itu anaknya. Dia membenarkan. Nabi lalu bertanya apa yang akan dia lakukan jika anaknya itu dibakar di dalam api yang menyala-nyala. Perempuan itu lalu menjawab bahwa dia memaafkan anaknya. Nabi memerintahkan dia bersumpah demi Tuhan dan mengumumkan di depan semua orang bahwa dia sudah memaafkan anaknya itu. Perempuan tua itu lalu melakukannya. Kemudian Nabi memerintahkan anak muda itu mengucapkan kalimat tayyibah. Dengan mudah, pemuda itu mengucapkannya. Nabi merasa sangat senang dan berkata bahwa Tuhan telah menyelamatkan pemuda itu dari hukuman neraka. (H.R. Baihaqi, Thabrani).
Abdullah ibn Abi Aufa mengatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi dan memberi tahu beliau bahwa seorang pemuda yang berada di ambang kematiannya sedang dituntun mengucapkan kalimat tayyibah (tidak ada Tuhan melainkan Allah), tapi selalu gagal. Nabi menanyakan apakah anak muda itu sudah terbiasa mengucapkan kalimat tayyibah selama hidupnya. Orang-orang menjawab bahwa dia terbiasa mengucapkan kalimah tersebut. Nabi merasa aneh jika seseorang yang telah mengucapkan kalimat itu sepanjang hidupnya, gagal mengucapkannya pada detik-detik akhir kehidupannya. Kemudian Nabi mendatangi pemuda itu dan mengajarkannya mengucapkan kalimat tayyibah, tetapi dia memperlihatkan ketidakmampuannya. Nabi bertanya mengapa dia seperti begitu. Anak muda itu memberitahukan bahwa hal itu karena dia tidak patuh kepada ibunya. Nabi bertanya apakah ibunya masih hidup. Dia membenarkan. Nabi kemudian meminta orang-orang memanggil ibunya. Ketika perempuan itu datang, beliau bertanya kepadanya, apakah pemuda itu anaknya. Dia membenarkan. Nabi lalu bertanya apa yang akan dia lakukan jika anaknya itu dibakar di dalam api yang menyala-nyala. Perempuan itu lalu menjawab bahwa dia memaafkan anaknya. Nabi memerintahkan dia bersumpah demi Tuhan dan mengumumkan di depan semua orang bahwa dia sudah memaafkan anaknya itu. Perempuan tua itu lalu melakukannya. Kemudian Nabi memerintahkan anak muda itu mengucapkan kalimat tayyibah. Dengan mudah, pemuda itu mengucapkannya. Nabi merasa sangat senang dan berkata bahwa Tuhan telah menyelamatkan pemuda itu dari hukuman neraka. (H.R. Baihaqi, Thabrani).
Abdur Rahman Maharbi mengatakan bahwa seseorang yang sedang
sekarat diperintahkan mengucapkan kalimat tayyibah, tapi dia mengaku tidak
dapat mengucapkannya, karena dia sering berteman dengan orang-orang yang pernah
menjelek-jelekkan Abu Bakar dan Ustman (Ibn Asakir).
Nabi mengutus Abu Qatadah bersama beberapa orang pada sebuah
misi ke Zam, salah satu pegunungan di Madinah. Ada seorang laki-laki yang
bernama Amar ibn Sabt secara kebetulan bertemu pasukan muslim ini. Ketika
melihat mereka dia mengucapkan kalimat tayyibah. Tapi karena mereka meragukan
keimanannya, mereka tidak membalas salamnya. Lalu, Mahlam ibn Jasana melangkah
maju dan membunuhnya. Ketika inilah sebuah ayat diwahyukan untuk mencela
orang-orang muslim:
Hai orang-orang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di
jalan Allah, maka telitilah. janganlab kamu mengatakan kepada orang yang
mengucapkan salam kepadamu: "Engkau bukan orang-orang mukmin (Lalu kamu
membunuhnya)." (Q.S. 4: 94).
Mahlam mengadu kepada Nabi dan memohon agar dia diampuni.
Nabi berkata bahwa Tuhan mungkin tidak mengampuninya. Ketika Mahlam mendengar
hal itu, berlinanglah air matanya dan dia pergi meninggalkan pasukan itu. Dia
ia meninggal dalam minggu itu juga. Ketika hendak dikuburkan dan diletakkan ke
liang lahad, jasadnya terlempar keluar. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Lalu, orang-orang meninggalkannya di tengah bebatuan. Ketika Nabi mendengar hal
ini, beliau berkata bahwa bumi sebenarnya dapat menerima orang-orang yang lebih
buruk dari Mahlam. Kejadian itu dimaksudkan menarik perhatian kaum muslim agar
mengambil hikmah dari peristiwa itu.
Demikian kisah Durhaka Kepada Orang Tua, semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua utamanya kepada Ibunda. Baca juga "Kisah budak perempuan II"
Demikian kisah Durhaka Kepada Orang Tua, semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua utamanya kepada Ibunda. Baca juga "Kisah budak perempuan II"
0 comments:
Post a Comment